Kamis, 20 Desember 2012

Indonesia 2013: Optimisme dengan Catatan

Indonesia 2013: Optimisme dengan Catatan



Indonesia kini ada di persimpangan jalan. Perkembangan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir mengundang kekaguman dunia. Tapi di balik itu, ada sejumlah masalah yang masih mengancam.
Empat tahun terakhir perekonomian Indonesia mengundang decak kagum dunia.
Saat menyampaikan Nurcholish Madjid Memorial Lecture Desember 2012 lalu, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan “Indonesia adalah satu-satunya negara yang selama 2009-2012 menunjukkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tidak menurun di tengah terpaan krisis ekonomi global yang belum berkesudahan sejak 2008.”
Menurut Faisal, sangat banyak perkembangan positif hadir bersamaan setelah sekitar satu dasawarsa berangsur bangkit dari krisis ekonomi yang sangat parah tahun 1998.
Optimisme
Lembaga ekonomi internasional melihat prospek ekonomi Indonesia secara positif. Indonesia diperkirakan bakal masuk jajaran 15 negara dengan Gross Domestic Product atau GDP diatas satu trilyun dollar.
Lembaga pemeringkat hutang Fitch percaya bahwa akhir tahun 2013, Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara penghutang bisa jadi akan berubah menjadi negara pemberi hutang.
Sementara itu, Laporan Kekayaan Dunia tahun 2012 yang dikeluarkan Credit Suisse menyebut Indonesia akan mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau PDB, hingga 82 persen dalam kurun lima tahun mendatang.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi tahun 2013, yang dirilis Bank Dunia juga memberi harapan. Bank Dunia menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bersama Cina dan sejumlah negara Asia Timur akan naik di tengah krisis yang masih membelit dunia.
Ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 6,6 persen tahun 2013. Naik dari pertumbuhan tahun 2012 yang berkisar antara 6,3 hingga 6,4 persen.
Pada saat bersamaan, hasil polling terbaru dunia mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia bersama India dan Brazil adalah yang paling optimis bahwa ekonomi akan semakin membaik tahun depan, dengan lebih dari tiga perempatnya memberikan dua jempol mengenai prospek ekonomi global 2013.
Macan Asia Tenggara Bangkit?
Mantan Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan yang kini menjadi Menteri Perdagangan kepada Deutsche Welle, menyebut Indonesia kini adalah motor ekonomi Asia Tenggara. Itu terlihat bila kita membandingkan skala perekonomian Indonesia yang sebesar 720 milyar Dollar AS, dengan skala perekonomian seluruh negara-negara Asia Tenggara, yang sebesar 1,9 trilyun Dollar AS.
Belum lagi potensi dari jumlah penduduk Indonesia yang populasinya 40 persen dari total sekitar 600 juta jiwa penduduk ASEAN.
Tapi di luar itu semua, sejumlah catatan masih menyisakan pertanyaan tentang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kesenjangan Melebar
Sebagaimana terjadi di banyak belahan dunia lain, pertumbuhan ekonomi meninggalkan jejak: ketimpangan sosial.
Pertumbuhan orang kaya di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Menurut Credit Suisse, tahun 2017 jumlah orang kaya Indonesia dengan aset sekitar 1 juta dollar Amerika, diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi sekitar 207 ribu orang.
Sementara di sisi lain, tahun 2012 Bank Dunia masih mencatat bahwa satu dari empat orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Definisi kemiskinan versi Bank Dunia adalah mereka yang berpenghasilan di bawah 30 dollar AS atau di bawah sekitar 280.000 rupiah per bulan.
Masalah Dunia Pendidikan
Problem lainnya adalah pendidikan. Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD tahun 2012 mengeluarkan laporan tentang masalah serius dalam dunia pendidikan Indonesia.
Lembaga itu menyebut, Universitas di Indonesia gagal mengimbangi booming ekonomi. Sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi paling tinggi di dunia, tak ada satupun dari 92 Perguruan Tinggi Negeri atau 3.000 Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, yang masuk ranking 400 perguruan tinggi terbaik dunia, versi lembaga pemeringkat terpercaya: Times Higher Education.
“Lulusan Universitas di Indonesia kurang memiliki keterampilan” kata laporan OECD sambil mengutip survey Bank Dunia, yang menyimpulkan bahwa kesenjangan antara kemampuan analisis, teknis dan prilaku, mengakibatkan 20 hingga 25 persen lulusan Universitas di Indonesia, masih membutuhkan pelatihan sebelum siap masuk ke pasar tenaga kerja.
Inilah persoalan serius: ekonomi yang tumbuh tinggi membutuhkan tenaga ahli, yang ironisnya tidak mampu dipenuhi oleh dunia pendidikan. Booming ekonomi kini terancam bom waktu bernama pendidikan.
Kanker Bernama Subsidi
Tahun 2012 Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai hingga tujuh persen atau lebih, jika pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar. Pakar Ekonomi Bank Dunia, Subham Chaudhuri mengatakan ”Masa depan pertumbuhan ekonomi Indonesia tergantung dari bagaimana cara pemerintah membelanjakan pengeluaran.”
Bank Dunia menyebutkan Indonesia menghabiskan sedikitnya 19 milyar dollar AS untuk subsidi bahan bakar pada tahun 2011, atau 2,2 persen dari Produk Domestik Brutto (GDP). Namun 40 persen subsidi itu hanya dinikmati oleh 10 persen masyarakat kelas menengah bahkan atas, yang punya mobil pribadi.

Ada dua resiko besar juga yang mengancam ekonomi global dan bisa menyeret ekonomi Indonesia. Makanya, Indonesia dituntut untuk mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing.
Gubernur BI Darmin Nasution menguraikan, dua risiko itu adalah Pertama, risiko berlanjutnya ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Kedua, risiko dari kebijakan peningkatan pajak dan pemangkasan anggaran belanaj Amerika Serikat secara otomatis yang menimbulkan jurang fiskal (fiscal cliff).


Sehingga sebelum membuat marketing plan, kita wajib melihat kondisi dalam negeri maupun global. Karena bisa mempengaruhi dalam export maupun import, ketenaga kerjaan, dan lain – lain.

Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar