Indonesia 2013: Optimisme
dengan Catatan
Indonesia kini ada di persimpangan jalan. Perkembangan ekonomi
Indonesia beberapa tahun terakhir mengundang kekaguman dunia. Tapi di balik
itu, ada sejumlah masalah yang masih mengancam.
Empat tahun terakhir perekonomian
Indonesia mengundang decak kagum dunia.
Saat menyampaikan Nurcholish Madjid Memorial Lecture Desember 2012 lalu, ekonom Universitas
Indonesia Faisal Basri mengatakan “Indonesia adalah satu-satunya negara yang
selama 2009-2012 menunjukkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tidak
menurun di tengah terpaan krisis ekonomi global yang belum berkesudahan sejak
2008.”
Menurut Faisal, sangat banyak
perkembangan positif hadir bersamaan setelah sekitar satu dasawarsa berangsur
bangkit dari krisis ekonomi yang sangat parah tahun 1998.
Optimisme
Lembaga ekonomi internasional melihat
prospek ekonomi Indonesia secara positif. Indonesia diperkirakan bakal masuk
jajaran 15 negara dengan Gross
Domestic Product atau GDP
diatas satu trilyun dollar.
Lembaga pemeringkat hutang Fitch percaya bahwa akhir tahun 2013,
Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara penghutang bisa jadi akan
berubah menjadi negara pemberi hutang.
Sementara itu, Laporan Kekayaan Dunia
tahun 2012 yang dikeluarkan Credit
Suisse menyebut Indonesia
akan mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau PDB, hingga 82 persen
dalam kurun lima tahun mendatang.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi tahun 2013,
yang dirilis Bank Dunia juga memberi harapan. Bank Dunia menyebut bahwa pertumbuhan
ekonomi Indonesia bersama Cina dan sejumlah negara Asia Timur akan naik di
tengah krisis yang masih membelit dunia.
Ekonomi Indonesia diperkirakan akan
tumbuh 6,6 persen tahun 2013. Naik dari pertumbuhan tahun 2012 yang berkisar
antara 6,3 hingga 6,4 persen.
Pada saat bersamaan, hasil polling terbaru dunia mengungkapkan bahwa
masyarakat Indonesia bersama India dan Brazil adalah yang paling optimis bahwa
ekonomi akan semakin membaik tahun depan, dengan lebih dari tiga perempatnya
memberikan dua jempol mengenai prospek ekonomi global 2013.
Macan
Asia Tenggara Bangkit?
Mantan Kepala Badan Koordinator Penanaman
Modal (BKPM) Gita Wirjawan yang kini menjadi Menteri Perdagangan kepada Deutsche Welle, menyebut
Indonesia kini adalah motor ekonomi Asia Tenggara. Itu terlihat bila kita
membandingkan skala perekonomian Indonesia yang sebesar 720 milyar Dollar AS,
dengan skala perekonomian seluruh negara-negara Asia Tenggara, yang sebesar 1,9
trilyun Dollar AS.
Belum lagi potensi dari jumlah penduduk
Indonesia yang populasinya 40 persen dari total sekitar 600 juta jiwa penduduk
ASEAN.
Tapi di luar itu semua, sejumlah catatan
masih menyisakan pertanyaan tentang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Kesenjangan
Melebar
Sebagaimana terjadi di banyak belahan
dunia lain, pertumbuhan ekonomi meninggalkan jejak: ketimpangan sosial.
Pertumbuhan orang kaya di Indonesia
adalah salah satu yang tertinggi di dunia. Menurut Credit Suisse, tahun 2017
jumlah orang kaya Indonesia dengan aset sekitar 1 juta dollar Amerika,
diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi sekitar 207 ribu
orang.
Sementara di sisi lain, tahun 2012 Bank
Dunia masih mencatat bahwa satu dari empat orang Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan. Definisi kemiskinan versi Bank Dunia adalah mereka yang
berpenghasilan di bawah 30 dollar AS atau di bawah sekitar 280.000 rupiah per
bulan.
Masalah
Dunia Pendidikan
Problem lainnya adalah pendidikan.
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD tahun 2012 mengeluarkan
laporan tentang masalah serius dalam dunia pendidikan Indonesia.
Lembaga itu menyebut, Universitas di
Indonesia gagal mengimbangi booming ekonomi. Sebagai negara dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi paling tinggi di dunia, tak ada satupun dari 92 Perguruan
Tinggi Negeri atau 3.000 Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, yang masuk ranking
400 perguruan tinggi terbaik dunia, versi lembaga pemeringkat terpercaya: Times Higher Education.
“Lulusan Universitas di Indonesia kurang
memiliki keterampilan” kata laporan OECD sambil mengutip survey Bank Dunia,
yang menyimpulkan bahwa kesenjangan antara kemampuan analisis, teknis dan
prilaku, mengakibatkan 20 hingga 25 persen lulusan Universitas di Indonesia,
masih membutuhkan pelatihan sebelum siap masuk ke pasar tenaga kerja.
Inilah persoalan serius: ekonomi yang
tumbuh tinggi membutuhkan tenaga ahli, yang ironisnya tidak mampu dipenuhi oleh
dunia pendidikan. Booming ekonomi kini terancam bom waktu
bernama pendidikan.
Kanker
Bernama Subsidi
Tahun 2012 Bank Dunia memperkirakan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai hingga tujuh persen atau lebih,
jika pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar. Pakar Ekonomi Bank Dunia,
Subham Chaudhuri mengatakan ”Masa depan pertumbuhan ekonomi Indonesia
tergantung dari bagaimana cara pemerintah membelanjakan pengeluaran.”
Bank Dunia menyebutkan Indonesia
menghabiskan sedikitnya 19 milyar dollar AS untuk subsidi bahan bakar pada
tahun 2011, atau 2,2 persen dari Produk Domestik Brutto (GDP). Namun 40 persen
subsidi itu hanya dinikmati oleh 10 persen masyarakat kelas menengah bahkan
atas, yang punya mobil pribadi.
Ada dua resiko besar juga yang mengancam ekonomi global
dan bisa menyeret ekonomi Indonesia. Makanya, Indonesia dituntut untuk
mengefisienkan sendi-sendi perekonomian agar lebih berdaya saing.
Gubernur BI Darmin Nasution
menguraikan, dua risiko itu adalah
Pertama, risiko berlanjutnya ketidakpastian penanganan krisis Eropa. Kedua,
risiko dari kebijakan peningkatan pajak dan pemangkasan anggaran belanaj
Amerika Serikat secara otomatis yang menimbulkan jurang fiskal (fiscal cliff).
Sehingga sebelum
membuat marketing plan, kita wajib melihat kondisi dalam negeri maupun global.
Karena bisa mempengaruhi dalam export maupun import, ketenaga kerjaan, dan lain –
lain.