Jurus Jitu
Penjualan Properti di Tahun Depan
Perlambatan
pasar properti diperkirakan terjadi tahun depan. Penyebabnya selain masalah
siklus, faktor regulasi pemerintah juga dianggap sebagai pemicunya.
Kebijakan-kebijakan
pemerintah yang menekan bisnis properti seperti aturan pembatasan Loan to Value
(LTV) dan pengetatan KPR inden oleh Bank Indonesia (BI). Secara umum
aturan-aturan tersebut akan memberikan dampak yang cukup besar untuk
pengembang, khususnya pengembang skala menengah sampai kecil.
Bila
tidak pandai-pandai mengatur keuangan maka diperkirakan banyak pengembang kecil
yang siap-siap harus gulung tikar. Artinya kondisi yang ada sebenarnya akan
memberikan disiplin dalam bisnis properti yang padat modal sehingga pasar
properti lebih sehat dan konsumen terlindungi.
Kondisi
saat ini tetap membuat para pengembang harus melakukan strategi tersendiri
untuk mengantisipasi pasar properti tahun depan.
Berikut
ini beberapa strategi yang ditempuh oleh pengembang seperti dikutip dari
Indonesia Property Watch, Selasa (12/11/2013), antaralain:
1. Pasar properti yang sudah terlalu tinggi dan cenderung berada
di titik jenuh untuk segmen menengah atas, relatif mulai bergeser ke segmen
menengah ditengah mulai bangkitnya segmen menengah di perkotaan.
Para pengembang pun mulai membidik segmen ini baik di segmen apartemen maupun rumah landed. Memasuki akhir tahun2013, diperkirakan pasar akan mulai bergeser untuk harga properti antara Rp 500 juta sampai 1 miliar. Ukuran apartemen dan tipe rumah pun akan diperkecil agar segmen menengah masih mampu untuk membeli.
Selain itu di segmen menengah atas banyak pengembang yang melakukan pengembangan tipe di bawah 70 m2 agar tidak terkena aturan LTV dari Bank Indonesia.
Para pengembang pun mulai membidik segmen ini baik di segmen apartemen maupun rumah landed. Memasuki akhir tahun2013, diperkirakan pasar akan mulai bergeser untuk harga properti antara Rp 500 juta sampai 1 miliar. Ukuran apartemen dan tipe rumah pun akan diperkecil agar segmen menengah masih mampu untuk membeli.
Selain itu di segmen menengah atas banyak pengembang yang melakukan pengembangan tipe di bawah 70 m2 agar tidak terkena aturan LTV dari Bank Indonesia.
2. Dengan kondisi yang ada agar tetap mempertahankan cash flow
dan penjualan, mau tidak mau pengembang akan melakukan strategi cara pembayaran
dengan memperpanjang waktu cicilan uang muka (DP) menjadi lebih panjang
sehingga daya beli konsumen pun tetap terjaga.
Misalnya dari DP yang bisa dicicil 12 kali bisa diperpanjang
menjadi 18 kali dan seterusnya.
3. Dengan aturan LTV yang memberlakukan uang muka yang lebih
tinggi untuk KPR kedua dan seterusnya, banyak pengembang yang melakukan
strategi cash back.
Cash back yang diberikan merupakan strategi yang diterapkan seakan-akan pengembang mengembalikan uang ke konsumen untuk langsung dibayarkan ke uang muka, sehingga secara tidak langsung konsumen seolah-olah telah membayar uang muka dalam prosentase tertentu.
Hal ini sebenarnya akan berdampak pada kenaikan harga properti yang semu karena terdapat faktor cash back di dalamnya.
Cash back yang diberikan merupakan strategi yang diterapkan seakan-akan pengembang mengembalikan uang ke konsumen untuk langsung dibayarkan ke uang muka, sehingga secara tidak langsung konsumen seolah-olah telah membayar uang muka dalam prosentase tertentu.
Hal ini sebenarnya akan berdampak pada kenaikan harga properti yang semu karena terdapat faktor cash back di dalamnya.
4. Para pengembang menengah bawah saat ini pun terkendala
dengan aturan pembatasan harga rumah dari pemerintah untuk target pasar
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tidak sinkron dengan kondisi pasar
yang ada.
Harga tanah yang tinggi menyulitkan pengembang kecil untuk menjual kepada konsumen dengan keterbatasan daya beli yang ada.
Harga tanah yang tinggi menyulitkan pengembang kecil untuk menjual kepada konsumen dengan keterbatasan daya beli yang ada.
Harga jual yang tinggi akan dipecah menjadi dua bagian,
yaitu perjanjian jual beli dengan harga sesuai batasan pemerintah agar konsumen
tetap dapat fasilitas subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
dan sisa harganya akan diperhitungkan sebagai perjanjian peningkatan mutu.
Hal ini akan memberikan keuntungan di sisi konsumen juga dari sisi pengembang kecil. Karena dengan menjual rumah dengan fasilitas FLPP, di pengembang pun akan memperoleh dana bantuan PSU dari Kemenpera.
Hal ini akan memberikan keuntungan di sisi konsumen juga dari sisi pengembang kecil. Karena dengan menjual rumah dengan fasilitas FLPP, di pengembang pun akan memperoleh dana bantuan PSU dari Kemenpera.
5. Dengan kenaikan tingkat suku bunga KPR, diperkirakan para
pengembang akan melakukan subsidi terhadap kenaikan yang ada sehingga dalam
jangka waktu pendek akan meringankan konsumen dalam mencicil.
Dimana sebenarnya subsidi tersebut bisa jadi merupakan
bentuk lain dari pemberian discount oleh pengembang.
Sumber : http://finance.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar