Tony Hsieh Berbagi
Kisah Suksesnya bersama Zappos
Kisahnya
bermula dari Tony Hsieh yang pindah dari Taiwan ke Amerika Serikat bersama
keluarganya karena ibunya kuliah di University of Illinois. Sejak kecil, Tony
memang dididik untuk menjadi seseorang yang intelek dan memiliki profesi
prestisius. Ia bahkan didorong oleh kedua orang tuanya untuk mendapatkan gelar
Ph.D (doctor of philosophy).
Namun,
sejak kecil Tony sebenarnya ingin memiliki bisnis sendiri. Ia pun sempat
bercita-cita untuk memiliki peternakan cacing terbesar dan mendapatkan banyak
uang darinya. Saat masih kecil, Tony bahkan sudah sempat membeli cacing-cacing
untuk dikembangbiakkan, tapi usahanya kandas.
Ide-ide
berbisnisnya pun terus muncul seiring ia tumbuh besar. Saat SMP, ia mencoba
menulis dan menjual majalahnya sendiri. Selain itu, ia juga sempat berbisnis
kancing pesanan, di mana ia beriklan di sebuah majalah dan mengumumkan bahwa ia
akan membuat kancing dengan foto sang pemesan. Bisnisnya sebenarnya sudah cukup
sukses, karena ia pun kewalahan membuat kancing pesanan. Namun, lama-lama ia
menjadi bosan, dan “mewariskan” bisnisnya itu pada saudaranya.
Waktu
pun berlalu, dan di bangku kuliah pun Tony masih terus memiliki ide bisnis yang
bermunculan. Di universitasnya, Harvard University, ia dan teman-temannya
bahkan sempat menyewakan tempat nonton film dan menginvestasikan $2000 untuk
membangun bisnis pizza. Lagi-lagi bisnisnya laris manis, karena mereka
satu-satunya penjual pizza di lingkungan kampus.
Nah,
ketika lulus kuliah, Tony sempat bekerja di Oracle, sebuah perusahaan software
terkemuka. Gaji yang ia terima di sana sebenarnya sangat besar ($ 40,000 / Rp
400 juta per tahun) dan pekerjaannya juga cukup mudah. Tapi justru itulah sebab
mengapa Tony bosan dan menginginkan tantangan baru. Ia masih ingin mewujudkan
mimpinya untuk memiliki kebebasan dengan bisnisnya sendiri.
Setelah
mengundurkan diri dari Oracle, ia dan rekannya pun sempat mendirikan usaha web
design, sampai mendirikan LinkExchange yang akhirnya sukses terjual seharga
$265 juta (sekitar Rp 2.65 trilyun) pada Microsoft. Belum cukup sampai di situ,
Tony dan rekan-rekannya merasa masih ada yang hilang meski mereka sudah kaya
raya.
Tony
pun bertemu dengan Nick Swinmurn yang menawarkan ide untuk membuat situs yang
menjual sepatu. Tony pun setuju, dan akhirnya memberi nama situs tersebut
Zappos di tahun 1999, yang diambil dari bahasa Spanyol Zapatos, yang berarti sepatu.
Zappos
pun terus berkembang dengan pesat, dari nol penjualan sampai laba kotor $1
milyar tiap tahunnya. Masih belum berhenti sampai di situ, perusahaan raksasa
Amazon milik Jeff Bezos pun membeli Zappos di tahun 2009 seharga $1.7 milyar
(sekitar Rp 17 trilyun) dan terus berkembang sampai sekarang dengan
diversifikasi produk di luar sepatu.
Di
bulan Januari 2010, Zappos berhasil masuk jajaran majalan Fortune untuk “Best
Companies to Work for" – perusahaan terbaik untuk bekerja.
Apakah
rahasia Zappos sampai bisa sesukses ini?
Jawabannya
ada pada budaya perusahaan (company culture).
Jika
pada diri pribadi seseorang, karakter adalah kunci sukses. Tapi, bagi sebuah
perusahaan budaya adalah kunci sukses.
Zappos
memperlakukan pekerja mereka lebih dari seorang karyawan. Sampai-sampai,
seorang karyawati yang baru saja kehilangan suaminya memutuskan untuk langsung
menelpon teman-temannya di Zappos, bukannya anggota keluarga.
Zappos
juga mendorong pekerja-pekerjanya untuk bekerja sepenuh hati. Mereka didorong
untuk menganggap pekerjaan mereka lebih dari sekedar karir, melainkan sebagai
sebuah panggilan.
“Our
goal at Zappos is for our employees to think of their work not as a job or
career, but as calling.”
Zappos
memiliki prinsip untuk terus memuaskan pelanggan dengan tulus, selalu membuat
mereka berkata “Wow!”, dan pelayanan pelanggan lain. Uang dan laba hanyalah
bonus bagi mereka.
Apa
yang ingin dicapai Tony bukanlah uang semata, melainkan memberikan kebahagiaan
kepada dunia melalui Zappos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar