Selasa, 12 November 2013

Jurus Jitu Penjualan Properti di Tahun Depan


Jurus Jitu Penjualan Properti di Tahun Depan




Perlambatan pasar properti diperkirakan terjadi tahun depan. Penyebabnya selain masalah siklus, faktor regulasi pemerintah juga dianggap sebagai pemicunya.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang menekan bisnis properti seperti aturan pembatasan Loan to Value (LTV) dan pengetatan KPR inden oleh Bank Indonesia (BI). Secara umum aturan-aturan tersebut akan memberikan dampak yang cukup besar untuk pengembang, khususnya pengembang skala menengah sampai kecil.

Bila tidak pandai-pandai mengatur keuangan maka diperkirakan banyak pengembang kecil yang siap-siap harus gulung tikar. Artinya kondisi yang ada sebenarnya akan memberikan disiplin dalam bisnis properti yang padat modal sehingga pasar properti lebih sehat dan konsumen terlindungi.

Kondisi saat ini tetap membuat para pengembang harus melakukan strategi tersendiri untuk mengantisipasi pasar properti tahun depan.

Berikut ini beberapa strategi yang ditempuh oleh pengembang seperti dikutip dari Indonesia Property Watch, Selasa (12/11/2013), antaralain:

1.      Pasar properti yang sudah terlalu tinggi dan cenderung berada di titik jenuh untuk segmen menengah atas, relatif mulai bergeser ke segmen menengah ditengah mulai bangkitnya segmen menengah di perkotaan. 

Para pengembang pun mulai membidik segmen ini baik di segmen apartemen maupun rumah landed. Memasuki akhir tahun2013, diperkirakan pasar akan mulai bergeser untuk harga properti antara Rp 500 juta sampai 1 miliar. Ukuran apartemen dan tipe rumah pun akan diperkecil agar segmen menengah masih mampu untuk membeli. 

Selain itu di segmen menengah atas banyak pengembang yang melakukan pengembangan tipe di bawah 70 m2 agar tidak terkena aturan LTV dari Bank Indonesia.

2.      Dengan kondisi yang ada agar tetap mempertahankan cash flow dan penjualan, mau tidak mau pengembang akan melakukan strategi cara pembayaran dengan memperpanjang waktu cicilan uang muka (DP) menjadi lebih panjang sehingga daya beli konsumen pun tetap terjaga.
Misalnya dari DP yang bisa dicicil 12 kali bisa diperpanjang menjadi 18 kali dan seterusnya.

3.      Dengan aturan LTV yang memberlakukan uang muka yang lebih tinggi untuk KPR kedua dan seterusnya, banyak pengembang yang melakukan strategi cash back. 

Cash back yang diberikan merupakan strategi yang diterapkan seakan-akan pengembang mengembalikan uang ke konsumen untuk langsung dibayarkan ke uang muka, sehingga secara tidak langsung konsumen seolah-olah telah membayar uang muka dalam prosentase tertentu. 

Hal ini sebenarnya akan berdampak pada kenaikan harga properti yang semu karena terdapat faktor cash back di dalamnya.

4.      Para pengembang menengah bawah saat ini pun terkendala dengan aturan pembatasan harga rumah dari pemerintah untuk target pasar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tidak sinkron dengan kondisi pasar yang ada. 

Harga tanah yang tinggi menyulitkan pengembang kecil untuk menjual kepada konsumen dengan keterbatasan daya beli yang ada.
Harga jual yang tinggi akan dipecah menjadi dua bagian, yaitu perjanjian jual beli dengan harga sesuai batasan pemerintah agar konsumen tetap dapat fasilitas subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan sisa harganya akan diperhitungkan sebagai perjanjian peningkatan mutu. 

Hal ini akan memberikan keuntungan di sisi konsumen juga dari sisi pengembang kecil. Karena dengan menjual rumah dengan fasilitas FLPP, di pengembang pun akan memperoleh dana bantuan PSU dari Kemenpera.

5.      Dengan kenaikan tingkat suku bunga KPR, diperkirakan para pengembang akan melakukan subsidi terhadap kenaikan yang ada sehingga dalam jangka waktu pendek akan meringankan konsumen dalam mencicil.
Dimana sebenarnya subsidi tersebut bisa jadi merupakan bentuk lain dari pemberian discount oleh pengembang.

Sumber : http://finance.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar